Bahasa dan Tantangan Intelektualisme
Author : Azhar Ibrahim
Page : 270 pages
ISBN: 9789670630380
Publisher: SIRD
Published: 2014
Buku ini membincangkan isu-isu pokok mengenai fungsi bahasa, pemikiran, permasalahan, visi, pembelajaran dan pendidikan bahasa, perancangan dan pengintelektualan bahasa, peranan inteligentsia dan cabaran membina bahasa Melayu sebagai bahasa yang hidup, dinamik dan moden. Fungsi bahasa Melayu bukan hanya alat komunikasi bersifat formalistik, estetik, bernilai warisan semata, tetapi sebagai ranah yang memberi makna kehidupan, pengertian kemanusiaan utuh, saluran kreatif dan kritis untuk membangunkan bangsa. Peranan elit bahasa dihuraikan sebagai ‘Penjana intelektual’ tetapi sebahagian elit bahasa Melayu didapati ‘muflis citarasa intelektual’ dan terjerat dalam pendekatan formalisme. Buku ini dikupas dengan pendekatan sains sosial yang tersusun, dengan hujah yang meyakinkan dan pengucapan segar; didasari dengan intisari pemikiran intelektual nusantara dan dunia seperti Syed Hussein Alatas, Za’ba, Mochtar Lubis, Rustam Sani, Sutan Takdir Alisjahbana, Erich Fromm, Edward Said dan Karl Mannheim.
Buku ini membuka luas jendela wacana bahasa Melayu dan menghembus semangat intelektualisme dalam rumah Pengajian Melayu-Indonesia. Penerokaan dan penggalian Azhar Ibrahim di taman bahasa ini mampu menggugah dan menjadi tantangan minda kepada para sarjana, pendidik, penulis, wartawan, pelajar dan peminat bahasa Melayu.
Profesor Madya Dr. Hadijah bte Rahmat
Pemangku Ketua, Kumpulan Akademik Bahasa dan Kebudayaan Asia
Institut Pendidikan Kebangsaan, Universiti Teknologi Nanyang
Dr. Azhar Ibrahim, dalam kedudukannya sebagai intelektual muda berwawasan luas dan berpandangan tajam mengenai masalah humaniora, sadar benar, bahwa bahasa, yang menurut Karl Marx merupakan pencapaian manusia, tidak mungkin dibiarkan berkembang tanpa arah. Bahasa, baik sebagai wadah pemikiran maupun sebagai wahana komunikasi, pasti terikat oleh kaedah-kaedah tertentu yang berkaitan dengan dimensi kebudayaan, dimensi kebangsaan, dan dimensi dinamika serta kreativiti, perlu dikawal dan dipertanggung-jawabkan secara ilmiah. Siapa yang perlu mengawal, tentunya tidak lain adalah kaum intelektual, dan makna ‘intelektual’ di sini tidak selamanya berkaitan dengan pendidikan tinggi, akan tetapi dengan rasa tanggung jawab untuk memajukan kebudayaan, baik kebudayaan suatu bangsa tertentu, maupun dalam hubungannya dengan kebudayaan-kebudayaan lain. Dalam mengawal perkembangan bahasa, sebagaimana yang dikemukakan secara implisit oleh Friedrich Waismann dan dikutip dalam buku ini, kaum intelektual perlu memiliki sikap yang luwes atau flexible, agar bahasa mampu menampung dinamika zaman tanpa mencederai hakikat bahasa baik sebagai wadah pemikiran maupun sebagai wahana komunikasi. Kendati, sekali lagi, makna ‘intelektual’ tidak selamanya berkaitan dengan pendidikan tinggi, mau tidak mau masalah kebahasaan tidak mungkin dilepaskan dari peran pendidik, dan karena itu, pendidikan merupakan wahana penting dalam mengawal dan mempertanggungjawabkan perkembangan bahasa.
Prof Emeritus Budi Darma
Universitas Negeri Surabaya, Indonesia